LIPUTANTODAY.com – Ketua Saudagar Rumpun Melayu (SRM), Megat Rury Afriansyah, berang menyaksikan sikap institusi Penegak Hukum dan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang ‘cuekin’ surat Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco.
Surat yang ditanda tangani oleh Prof Sufmi Dasco Ahmad, SH, MH itu telah diserahkan pada Maret 2025 ke semua instansi terkait, namun tidak dihiraukan.
“Kami sebagai Saudagar Rumpun Melayu merasa berang menyadari sikap para penegak hukum, terutama BP Batam, yang tidak merespon, bahkan terkesan melecehkan surat yang telah dikirimkan oleh pimpinan DPR RI sejak dua bulan lalu. Jika pimpinan di DPR tidak lagi dihormati, siapa lagi yang bisa mengingatkan mereka (penegak hukum dan BP Batam). Ini kejahatan!,” tegas Megat Rury Afriansyah, kepada sejumlah media di Batam, Senin (12/5/2025).
Dalam surat yang ditujukan kepada (1) Ketua Mahkamah Agung RI, (2) Ketua Komisi Yudisial RI, (3) Kapolri, dan Kepala BP Batam, dijelaskan Panitia Kerja (Panja) yang telah dibentuk oleh Komisi III DPR RI, memerintahkan penegakan hukum terkait Mafia Tanah Komisi lII DPR RI segera dilaksanakan. Dalam surat diminta BP Batam melakukan evaluasi atas pencabutan lahan dan perobohan bangunan Hotel Purajaya. Juga, meminta Mahkamah Agung dan aparat penegak hukum terkait untuk memberikan atensi terhadap penanganan permasalahan Purajaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami telah menyampaikan surat tersebut kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Negeri sebagai pihak yang diawasi oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, juga kepada Kapolda sebagai bawahan Kapolri, serta BP Batam sebagai pelaku yang terlibat dalam pencabutan lahan dan merestui perobohan Hotel Purajaya. Apakah kami harus marah. Harus benar-benar Amok Melayu,” tanya Rury Afriansyah.
Sebelumnya, beredar video rekaman Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi VI dan Komisi III DPR RI tentang pengaduan dari tokoh Melayu di Kepri yang geram terhadap pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya.
“Bicara hukum, bisa diaturlah, selalu dapat dicari upaya hukum, tetapi sayangnya tidak dilakukan. Kami sedih, tidak ada pengusaha Melayu yang memiliki 10 hektar dan 20 hektar di Batam. Carilah! Tidak ada pengusaha Melayu, semuanya tanah puluhan hektar bahkan ratusan hektar dikuasai pendatang,” kata Pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri, Bidang Ekonomi, HM Zulkamirulah, SSos MAP alias Tok Joy.
“Saya mohon ada sebuah keadilan. Megat Rury dalam perjuangannya mendapatkan keadilan, tiba-tiba diproses hukum dan dibuat jadi tersangka. Kami Melayu tidak pernah sibuk dengan orang lain. Kami tidak ada yang kaya raya, mereka yang kaya adalah pendatang. Tapi kami tidak sibuk. Tolonglah, jika masih ada rasa keadilan, segera diselesaikan kasus Purajaya,” ujar Tok Joy.
Menurutnya, pengusaha yang kini mendapatkan tanah 30 hektar ex Hotel Purajaya, hanya dalam tempo 15 hari dapat menguasai tanah yang sebelumnya masih dikelola pengusaha Melayu.
“Kami tidak akan mendapatkan fasilitas seperti itu, dalam waktu 15 hari bisa dapat tanah puluhan hektar. Sebagai Saudara Rumpun Melayu, kami hanya meminta agar kam tidak dizolimi,” pungkas HM Zulkamirulah.
Sebelumnya, Datok Wira Maskurtilawahyu, SH, MH, Pengurus Bidang Hukum LAM Kepri, menjelaskan pihaknya sangat peduli dengan kasus yang dialami oleh Megat Rury Afriansyah karena telah menyangkut masa depan pengusaha Melayu di Batam dan Kepri.
“Mengapa LAM peduli terhadap Rury Afriansyah, dia sebagai keturunan bangsawan Melayu bergelar Megat, telah dizolimi, sehingga tidak ada lagi pengusaha yang bisa jadi kebanggaan kami di tanah kami sendiri. Ada saudara kami yang memiliki usaha yang sangat besar, tetapi dihabisi oleh penguasa,” ucap Wira Maskurtilawahyu.
Warga Kepri, kata Maskurtilawahyu, perlu mengingatkan kembali, pengembangan wilayah Batam dan Kepri didorong oleh terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau.
“Orang tua beliau adalah tokoh yang memiliki andil besar dalam menjadikan Provinsi Kepri. Provinsi ini lahir dari keinginan masyarakat, bukan keinginan pemerintah. Bapak Zulkarnain Kadir, orang tua Rury, mendukung penuh perjuangan warga melalui Hotel Purajaya. Di Hotel Purajaya perjuangan pembentukan Kepri dimatangkan, dan berhasil. Sekarang, simbol perjuangan tersebut dihabisi, artinya simbol perjuangan Melayu disingkirkan,’” ujar Maskurtilawahyu.(Tim Red).