Sidang Tahir, Pengacara Sangat Yakin Kliennya Tak Bersalah dan Segera Bebas

LiputanToday.Com (BATAM) – Pengacara terdakwa Tahir Ferdian, Supriyadi SH MH dan Abdul Kodir Batubara SH terlibat debat panas dengan jaksa penuntut umum (JPU) Sukamto, Selasa (12/11). Debat itu terjadi, pada saat persidangan di Pengadilan Negeri Batam pemeriksaan terdakwa Ferdian.

Semula, dakwaan uang Rp 200 juta dari Willian kepada Tahir ada buktinya versi JPU. “Kan ada buktinya soal transfer uang itu,” tanya Sukamto.

“Yang mulia, saya minta saudara JPU jangan alihkan ke sana. Sebab, pertanyaan ini sudah ditanya dan dijawab sendiri oleh Willian dan pihak bank BCA yang kita datangkan pada sebelumnya,” sela Supriyadi.

“Bahwa uang Rp 200 juta tak ada sangkut pautnya dengan jaul-beli aset. Arus uang bagi pengusaha soal biasa, Klien kami dengan Willian adalah partner bisnis. Jadi wajar, dan pak Willian sendiri ngaku tak ada ia beli aset sesuai dakwaan JPU. Sekarang kok diarahkan ke sana,” tambahnya.

Melihat proses sidang yang kian hangat suasananya, Ketua Majelis Hakim Dwi Nuramanu, dua anggota Majelis hakim Taufik Nainggolan dan Yona Lamerosa Ketaren juga mengambil alih pertanyaan.

“Iya, saudara JPU yang sudah ditanya kemaren jangan ditanya lagi. Dilanjutkan ke pertanyaan yang lain. Bagi penasihat hukum terdakwa yang mana bagian tidak cocok menurut saudara penasihat hukum silakan sampaikan pada pledoi nanti,” kata Dwi.

Pada pemeriksaan itu,Tahir kembali membantah, dakwaan dugaan penipuan dan penggelapan dalam jabatan Aset PT Taindo Citratama. Ia mengatakan, aset seperti pada dakwaan, tidak pernah dijual kepada Willian. Ia bercerita, dia dan Willian adalah partner bisnis yang sudah berlangsung lama. Dakwaan yang mengatakan, ada bukti transfer Rp 200 juta dari rekening Willian kepada Tahir, adalah soal biasa dalam dunia bisnis.

“Tidak ada saya jual aset seperti yang dituduhkan. Yang ada, saya hanya memindahkan barang dari gudang Sekupang ke gedung milik Willian di Bukit Senyum. Bukan dijual tapi diperbaiki karena ada mekanik yang mau kerjain, Mesin itu sudah tua sebagian. Uang Rp200 juta itu adalah tak ada kaitannya pada jual-beli barang yang dimaksud dalam dakwaan ini. Bahkan mesin baru milik PT Taindo Citratama saya beli pakai uang saya 100 persen,” keterangan Tahir dalam persidangan.

Setelah debat panas itu berlangsung, tiba giliran pemeriksaan saksi ahli. Yang sebelumnya telah disumpah menurut keyakinan keduanya. Pertama diperiksa, Henni Wijayanti, SH, MH Ahli Hukum Perseroan. Dalam paparannya, seorang Komisaris dalam sebuah perusahaan bisa mengurus perusahaan itu. Sepanjang, Direktur atau direksi tidak dapat berjalan.

“Karena komisaris sifatnya mengawasi. Nah, jika saja yang diawasi tidak berbuat apa-apa tentu dapat dibolehkan komisaris melakukan tindakan. Jadi begini, logika sederhana, komisaris mempunyai saham dalam suatu perusahaan. Ketika ia ketahui adanya ketidakberesan direksi berhak ia melakukan pengawasan tak terkecuali terhadap seluruh aset,” ujar Henni.

Sementara Chairul Huda menceritakan keahliannya soal pidana. Ia mengatakan, lazimnya, perkara perdata dan pidana harus dipisahkan. Ia memisalkan soal Perebutan sebuah lahan X. Misalkan si A dan si B sama-sama mengaku memiliki lahan X. Kemudian, suatu hari, A masuk ke pekarangan lahan X apakah harus dipidana? Tentu tidak kata dia.

Pasal 167 KUHP yang berbunyi, barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan me- lawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lema sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

“Pasal 167 KUHP ini sebagai contoh. Sama sama memiliki alasan. Nah, ini tidak masuk dalam ranah pidana. Berdasarkan hukum, harus diselesaikan keperdataan dulu. Bahwa ada laporan pidana soal pasal 167 ini nanti, Jadi yang pertama dilakukan adalah diselesaikan secara perdata. Tak boleh asal pidana begitu saja. Ada aturan yang mengikat,” ujarnya.

Kendati, Supriyadi mengatakan kembali, percontohan pasal 167 KUHP yang diutarakan ahli sama persis dengan perkara kliennya. Ia mengatakan, sesuai hukum, seyogyanya Ludjianto Taslim sebagai pelapor dalam perkara aquo, harus menyelesaikan secara keperdataan. “Buktinya tak ada. Bahkan Ludjianto Taslim tak gentelman karena sampai saat ini tidak pernah datang ke persidangan. Kami yakin, klien kami tak melakukan pidana. Dan bebas demi hukum, catat itu,” pungkasnya.

Seperti diketahui, perkara ini soal aset PT. Taindo Citratama. Laporan sudah masuk sejak 2016 silam. Aset PT. Taindo Citratama telah digaris polisi yang berada di Bukit Senyum Batam. Sidang dengan nomor perkara 731/Pid.B/2019/PN Btm JPU mendakwa pasal 374 jo 372 KUHP. Dan sidang akan dilanjutkan Kamis lusa. (Red/Nav/Tim).